YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dua minggu menjelang hari raya Idul Adha, masyarakat di Dusun Pokoh 2, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo. Kabupaten Bantul, Yogyakarta, menggelar tradisi guyangan atau memandikan ternak di sebuah mata air kali gayam.
Tradisi turun temurun yang sudah ada sejak ratusan tahun itu dikemas dengan menarik, Minggu (20/8/2017). Dimulai dengan warga mengarak hewan ternak, diiringi berbagai alat musik tradisional, berkeliling kampung.
Warga pun membawa gugungan berisi sayur dan buah-buahan. Di depannya sebagian warga menggotong tampah besar berisi sega gudangan (nasi dan sayur), dan peralatan memandikan ternak.
Setelah didoakan sesepuh dusun setempat, ternak yang terdiri dari kambing dan sapi dimandikan dengan dilumuri air campuran jahe dan berbagai ramuan lainnya. Kemudian ternak diberi makan nasi gudangan dan buah pisang yang sudah didoakan.
(Baca juga: Sedekah Bumi, Warga Grobogan Lakukan Tradisi Perang Nasi)
"Sebelum hari raya kurban, dusun kami mengadakan tradisi guyangan agar hewan ternak nantinya tetap sehat sampai saat hari raya. Tak hanya hewan ternak yang akan disembelih tetapi juga hewan ternak yang dimiliki warga agar tetap sehat," ujar Kepala Dukuh Pokoh 2, Haryono.
Menurut dia, campuran air jahe dan ramuan lainnya ini, membuat hewan ternak menjadi sehat. "Kalau dilogika dengan pengetahuan sekarang ya hewan ternak semakin sehat dan hangat," tuturnya.
Ternak menjadi bagian tak terpisahkan masyarakat sekitar. Berada di lereng pegunungan yang berbatasan langsung dengan kabupaten Gunungkidul, hewan ternak dijadikan usaha sampingan para petani untuk menabung.
Awalnya, sebagian besar warga dusun memelihara kerbau. Namun sejak beberapa tahun terakhir berubah menjadi sapi dan kambing.
"Tanah di sini bisa disebut batu bertanah dan hanya bisa ditanami jagung dan singkong. Ternak menjadi harapan kami untuk menabung," ujar salah seorang warga, Marsukiyono.
(Baca juga: Umbiro, Tradisi Kampung Rajong Koe di Flores Menghormati Alam)
Pria yang memiliki seekor sapi jenis limosin ini mengatakan, setiap tahun sapinya mampu beranak dan dijual seharga belasan juta rupiah. Dari usahanya tersebut, ia berhasil menyekolahkan tiga orang anaknya.
"Anak saya lulusan SMP, kedua SMA, dan yang ketiga lulusan STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara) sekarang sudah bekerja di Jakara," ucapnya.
Kegiatan yang bersamaan dengan Merti Dusun Pokoh 2 ini digelar dengan meriah. Warga membangun pasar tiban yang disebut dengan Pasar Trukan. Lapak-lapak pedagang ini merupakan wadah pameran sekaligus jual beli seluruh potensi setempat.
Kuliner khas, kerajinan, dan berbagai potensi lain dipamerkan selama empat hari. "Tradisi seperti ini harus terus dilestarikan, jangan sampai dihilangkan," ucap Bupati Bantul Suharsono.
Suharsono berharap, jika dikemas dengan baik, tradisi Guyangan bisa menarik wisatawan. "Jika wisatawan datang, bisa meningkatkan perekonomian warga," tuturnya.
Karena itu, tiga tahun terakhir ini, tradisi guyangan dikemas sebagai atraksi wisata. Hal ini membuat wisatawan datang dan menyaksikan langsung tradisi ritual masyarakat lokal.
Salah seorang panitia, Reza mengatakan, pihaknya juga menyiapkan rumah warga sebagai homestay. Tahun ini ada belasan wisatawan yang memanfaatkan homestay tersebut untuk mengikuti kegiatan yang berlangsung selama dua hari.
"Kuliner tradisional seperti nasi jagung kembali dimunculkan, di samping makanan tradisional dan potensi lokal masyarakat lainnya," tutupnya.
Memaknai Sejarah dan Arti Kemerdekaan Indonesia (Bag 4)
Baca Kelanjutan Dari Guyangan, Tradisi Unik Warga Bantul Menjelang Hari Kurban - KOMPAS.com : http://ift.tt/2wf14rY
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Guyangan, Tradisi Unik Warga Bantul Menjelang Hari Kurban - KOMPAS.com"
Post a Comment